Blogger Layouts

Rabu, 12 Oktober 2011

pertanyaan PPOM

1. Apa yang dimaksud dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)?
2. pengertian dari Bronkitis kronis yaitu?
3. Jelaskan patofisiologi bronkitis kronis?
4.  Apa gejala dan tanda yang terjadi pada penderita bronkitis kronis?
5.apa pengertian dari bronkiektasis ?
6. Apa gejala dan tanda yang terjadi pada penderita bronkiektasis?
7. Apa pengertian dari emfisema?
8. bagaimana patofisiologi dari emfisema?
9. Apa gejala dan tanda yang terjadi pada penderita emfisema?
10. Apa saja pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada pasien dengan penyakit emfisema?
11.Apa pengertian dari asma?
12. bagaimana patofisiologi dari asma?
13. Apa gejala dan tanda yang terjadi pada penderita asma?
14. Apa saja pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada pasien dengan penyakit asma?
15. Bagaimana hasil fungsi pulmonari pada pasien asma?

Askep Bronkhitis Kronis

Konsep Asuhan Keperawatan
A. Dasar data pengkajian pasien
1. Aktivitas/istirahat
Gejala
¨ Keletihan,kelelahan
¨ Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas karena sulit bernafas
¨ Ketidakmampuan untuk tidur, perlu dalam posisi duduk tinggi
¨ Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda
¨ Keletihan
¨ Gelisah
¨ Insomnia
2. Sirkulasi
Gejala
¨ Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda
¨ Peningkatan TD
¨ Takikardi
¨ Distensi vena jugularis
¨ Bunyi jantung redup(karena cairan di paru-paru)
¨ Warna kulit normal atau sianosis
3. Makanan/cairan
Gejala
¨ Mual/muntah
¨ Nafsu makan buruk
¨ Ketidakmampuan makan karena distres pernafasan
¨ Peningkatan berat badan(penumpukan cairan)
Tanda
¨ Turgor kulit buruk
¨ Edema
¨ Berkeringat
¨ Palpitasi abdomial dapat menunjukkan hepatomegali
4. Higiene
Gejala
¨ Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda
¨ Kebersihan buruk,bau badan
5. Pernafasan
Gejala
¨ Takipnea (barat saat aktivitas)
¨ Batuk menetap dengan sputum terutama pagi hari
¨ Warna sputum dapat hijau, putih, atau kuning dan dapat banyak sekali
¨ Riwayat infeksi saluran nafas berulang
¨ Riwayat terpajan polusi(rokok dll)
Tanda
¨ Lebih memilih posisi fowler/semi fowler untuk bernafas
¨ Penggunaan otot bantu nafas
¨ Cuping hidung
¨ Bunyi nafas krekel(kasar)
¨ Perkusi redup(pekak)
¨ Kesulitan bicara kalimat(umumnya hanya kata-kata yang terputus-putus)
¨ Warna kulit pucat,normal atau sianosis
¨ Clubing finger(jari tabuh)
6. Interaksi sosial
Gejala
¨ Hubungan ketergantungan
¨ Kurang sistem pendukung
¨ Kurangnya dukungan dari orang terdekat
¨ Penyakit lama
Tanda
¨ Ketidakmampuan mempertahankan suara karena distres pernafasan
¨ Keterbatasan mobilitas fisik
B. Pemeriksaaan diagnostik
1. Rongent
Peningkatan tanda bronkovaskuler
2. Tes fungsi paru
Memperkirakan derajad disfungsi paru
3. Volume residu
Meningkat
4. GDA
Memperkirakan progresi penyakit(Pa02 menurun dan PaCO2 meningkat atau normal)
5. Bronkogram
Pembesaran duktus mukosa
6. Sputum
Kultur untuk menentukan adanya infeksi,identifikasi patogen
7. EKG
Disritmia artrial
8. EKG latihan
Membantu dalam mengkaji derajad disfungsi paru untuk program latihan
C. Prioritas perawatan
1. Mempertahankan patensi jalan nafas
2. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
3. Meningkatkan masukan nutrisi
4. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan
D. Diagnosa perawatan
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi sekret
2. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen
3. Resti infeksi b/d proses penyakit kronis
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kurang informasi
E. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi sekret
Kemungkinan dibuktikan oleh
¨ Pernyataan kesulitan bernafas
¨ Perubahan kecepatan pernafasan
¨ Bunyi nafas tak normal
¨ Batuk menetap dengan atau tanpa sputum
Kriteria evaluasi
¨ Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas jelas/bersih
¨ Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas,misal batuk efektif dan mengeluarkan sekret
Intervensi
Mandiri
1. Auskultasi paru(catat adanya bunyi nafas)
R/ mengetahui adanya bunyi nafas akibat mukus
2. Kaji frekuensi pernafasan
R/ pernafasan dapat melambat dan frekuansi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi
3. Catat adanya dipsnea(keluhan lapar udara,gelisah,ansietas,penggunaan otot bantu)
R/ mengetahui tingkat respon individu terhadap kekurangan oksigen
4. Pertahankan polusi lingkungan minimum
R/ meningkatkan kualitas oksigen lingkungan untuk ambilan nafas
5. Bantu latihan nafas abdoment atau bibir
R/ memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebaklan udara
Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai indikasi
o Bronkodilator(epineprin, albuterol, isoetarin)
o Xantin(aminofilin, oxtrifilin, teofilin)
o Kromolin
o Anti mikrobial
o Analgesik
R/ megurangi efek penyakit penyebab
2. Berikan humidifikasi tambahan(nebulizer)
R/ kelembaban udara menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran dan dapat membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus
3. Bantu pengobatan pernafasan misal fisioterapi dada
R/ drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekresi
4. Awasi grafik GDA, nadi oksimetri, foto dada
R/ membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/kemunduran proses penyakit dan komplikasi

Askep Asma

Pengertian

Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

Etiologi

Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
airway-penderita-asma

Patofisiologi

Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing.
Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

Klasifikasi Asma

Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.
Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emfisema, selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.

Penatalaksanaan

Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a. Pengobatan dengan obat-obatan
Seperti :
1) Beta agonist (beta adrenergik agent)
2) Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3) Anti kolinergik (bronkodilator)
4) Kortikosteroid
5) Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1) Oksigen 4-6 liter/menit.
2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan.
3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
c.Pemeriksaan Penunjang :
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga.

Pengkajian

a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2) riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3) Status mental : lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan fisik
Dada
1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3) Keabnormalan struktur Thorax
4) Contour dada simetris
5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
6) RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
1) Temperatur kulit
2) Premitus : fibrasi dada
3) Pengembangan dada
4) Krepitasi
5) Massa
6) Edema
Auskultasi
1) Vesikuler
2) Broncho vesikuler
3) Hyper ventilasi
4) Rochi
5) Wheezing
6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :
a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c) Tes provokasi bronkial
Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan test spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8)  Pemeriksaan sputum.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa 1 :
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.
Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
3. Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6. Kolaborasi
- Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
- Berikan obat sesuai indikasi.
- Vitamin B squrb 2×1.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
- Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.
Diagnosa 4 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
Diagnosa 5 :
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Kriteria hasil :
Mencari tentang proses penyakit :
- Klien mengerti tentang definisi asma
- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
- Klien mengerti komplikasi dari asma
Intervensi :
1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.
2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.
3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya.
4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.

Evaluasi

a. Jalan nafas kembali efektif.
b. Pola nafas kembali efektif.
c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.

LP PPOM

Askep Klien PPOM

( Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOM )

Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale.
PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
PPOK
PPOK

Bronkitis Kronis

Pengertian Bronkitis Kronis
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002).
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.
Patofisiologi Bronkitis Kronis
Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.
Tanda dan Gejala Bronkitis Kronis
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia
2.      Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar
3.      Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat.
4.      Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat

Bronkiektasis

Pengertian Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus; aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas; dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe. (Bruner & Suddarth)
Patofisiologi Bronkiektasis
Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum yang kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial sehingga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya setempat, menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena.
Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami kolaps (ateletaksis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.
Tanda dan Gejala Bronkiektasis
1.      Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak
2.      Jari tabuh, karena insufisiensi pernapasan
3.      Riwayat batuk berkepanjangan dengan sputum yang secara konsisten negatif terhadap tuberkel basil
Pemeriksaan Penunjang
  • Bronkografi
  • Bronkoskopi
  • CT-Scan : ada/tidaknya dilatasi bronkial

Emfisema

Pengertian Emfisema
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO).

Patofisiologi Emfisema

Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.
Emfisema
Emfisema

Tanda dan Gejala Emfisema

  • Dispnea
  • Takipnea
  • Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
  • Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
  • Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
  • Hipoksemia
  • Hiperkapnia
  • Anoreksia
  • Penurunan BB
  • Kelemahan
Pemeriksaan Penunjang
1.      Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan jantung normal
2.      Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan VC dan FEV

Asma

Pengertian Asma
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner & Suddarth, 2002)
Patofisiologi Asma
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti  histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom  mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor  seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung  menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor a- dan b-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor a adrenergik dirangsang , terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor b-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor a- dan b-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor -alfa mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan b-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.
Patofisiologi Asma
Patofisiologi Asma
Tanda dan Gejala Asma
  • Batuk
  • Dispnea
  • Mengi
  • Hipoksia
  • Takikardi
  • Berkeringat
  • Pelebaran tekanan nadi
Pemeriksaan Penunjang
1.      Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma
2.      Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil). Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik
3.      AGD : hipoksi selama serangan akut
4.      Fungsi pulmonari :
  • Biasanya normal
  • Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak menurun

Asuhan Keperawatan PPOM

Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
  • Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
  • Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
  • Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
  • Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
  • Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
  • Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
  • Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
  • Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
  • Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
  • Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
  • Apakah tampak sianosis?
  • Apakah vena leher pasien tampak membesar?
  • Apakah pasien mengalami edema perifer?
  • Apakah pasien batuk?
  • Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
  • Bagaimana status sensorium pasien?
  • Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Diagnosa Keperawatan PPOM
a)      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
b)      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi
c)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
d)     Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi
e)      Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.

Intervensi PPOM
a)      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
Intervensi :
Mandiri
  • Auskultasi bunyi nafas
  • Kaji frekuensi pernapasan
  • Kaji adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan dan penggunaan otot bantu pernapasan
  • Berikan posisi yang nyaman pada pasien : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
  • Hindarkan dari polusi lingkungan misal : asap, debu, bulu bantal
  • Dorong latihan napas abdomen
  • Observasi karakteristik batuk misalnya : menetap, batuk pendek, basah
  • Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung
  • Berikan air hangat
Kolaborasi :
  • Berikan obat sesuai indikasi : bronkodilator, Xantin, Kromolin, Steroid oral/IV dan inhalasi, antimikrobial, analgesik
  • Berikan humidifikasi tambahan : misal nebuliser ultranik
  • Fisioterapi dada
  • Awasi GDA, foto dada, nadi oksimetri
b)      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi
Mandiri :
  • Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan alat bantu pernapasan
  • Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernapas
  • Kaji kulit dan warna membran mukosa
  • Dorong mengeluarkan sputum,penghisapan bila diindikasikan
  • Auskulatasi bunyi nafas
  • Palpasi fremitus
  • Awasi tingkat kesadaran
  • Batasi aktivitas pasien
  • Awasi TV dan irama jantung
Kolaborasi :
  • Awasi GDA dan nadi oksimetri
  • Berikan oksigen sesuai indikasi
  • Berikan penekan SSP (antiansietas, sedatif atau narkotik)
  • Bantu intubasi, berikan ventilasi mekanik
c)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
Intervensi :
Mandiri :
  • Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Evalusi berat badan
  • Auskultasi bunyi usus
  • Berikan perawatan oral sering
  • Berikan porsi makan kecil tapi sering
  • Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
  • Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
  • Timbang BB
Kolaborasi :
  • Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna
  • Kaji pemeriksaan laboratorium seperti albumin serum
  • Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi
  • Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi
d)     Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi
Intervensi :
  • Awasi suhu
  • Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan msukan cairan adekuat
  • Observasi warna, karakter, bau sputum
  • Awasi pengunjung
  • Seimbangkan aktivitas dan istirahat
  • Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat
Kolaborasi :
  • Dapatkan spesimen sputum
  • Berikan antimikrobial sesuai indikasi
e)      Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.
  • Jelaskan proses penyakit
  • Jelaskan pentingnya latihan nafas, batuk efektif
  • Diskusikan efek samping dan reaksi obat
  • Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler
  • Tekankan pentingnya perawatan gigi /mulut
  • Diskusikan pentingya menghindari orang yang sedang infeksi
  • Diskusikan faktor lingkungan yang meningkakan kondisi seperti udara terlalu kering, asap, polusi udara. Cari cara untuk modifikasi lingkungan
  • Jelaskan efek, bahaya merokok
  • Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas, aktivitas pilihan dengan periode istirahat
  • Diskusikan untuk mengikuti perawatan dan pengobatan
  • Diskusikan cara perawatan di rumah jika pasien diindikasikan pulang

Rabu, 05 Oktober 2011

pertanyaan

tentang sistem pernapasan
1. Apa saja yang menjadi faktor  yang mempengaruhi kecepatan frekuensi pernapasan?
2. Apa saja macam-macam peradangan pada sistem pernapasan manusia?
3. Udara pernapasan biasa (volume tidal) --> VT adalah? 
4. Bagaimana mekanisme Fase ekspirasi pernapasan perut terjadi? 
5. Bagaimana mekanisme Fase Inspirasi pernapasan dada? 

tentang penyakit bronchitis
1. Apa pengertian dari bronchitis?

2. Apa saja 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronchitis?
3. Apa saja gejala-gejala bronchitis?
4.  Coba jelaskan bagaimana  Infeksi pertama ( primer ) dari penyakit bronchitis?
5. Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, yaitu?

Askep Bronkhitis Akut

PENDAHULUAN
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis ) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size ), sedangkan bronkus besar jarang terjadi.
Bronchitis kronis dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada seorang pasien, dalam keadaan lanjut penyakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran nafas yang menetap yang dinamakan cronik obstructive pulmonary disease ( COPD ).
Dinegara barat, kekerapan bronchitis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Di Inggris dan Amerika penyakit paru kronik merupakan salah satu penyebab kematian dan ketidak mampuan pasien untuk bekerja. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti dengan pengobatan memakai antibiotik.
Di Indonesia belum ada laporan tentang anka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki dan wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai dari anak bahkan dapat merupakan kelainan congenital.

ETIOLOGI
Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun didapat.

Kelainan congenital
Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau factor pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronchitis yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya, misalnya : mucoviscidosis ( cystic pulmonary fibrosis ), sindrom kartagener ( bronkiektasis konginetal, sinusitis paranasal dan situs inversus ), hipo atau agamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur ( anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis ), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis konginetal.

Kelainan didapat
Kelaianan didapat merupakan akibat proses berikut :
Infeksi
Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru dan sebagainya.
Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab : korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap bronkus

PERUBAHAN PATOLOGIS ANATOMIK
Terdapat berbagai macam variasi bronchitis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit :
Tempat predisposisi bronchitis
Bagian paru yang sering terkena dan merupakan predisposisi bronchitis adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingual paru kiri lobus atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru.
Bronkus yang terkena
Bronkus yang terkena umumnya yang berukuran sedang, bronkus yang terkena dapat hanya satu segmen paru saja maupun difus mengenai bronki kedua paru.
Perubahan morfologis bronkus yang terkena
Dinding bronkus
Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan irreversibel. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis.
Mukosa bronkus
Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa,. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi.
Jaringan paru peribronchiale
Pada keadaan yang hebat, jaringan paru distal akan diganti jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.
Variasi kelainan anatomis bronchialis
Telah dikenal 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronchitis, yaitu :
1. Bentuk tabung
Bentuk ini sering ditemukan pada bronchitis yang menyertai bronchitis kronik.
2. Bentuk kantong
Ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat irregular. Bentuk ini berbentuk kista.
3. Bentuk antara bentuk tabung dan kantong (Pseudobronchitis)
Pada bentuk ini terdapat pelebaran bronkus yang bersifat sementara dan bentuknya silindris. Bentuk ini merupakan komplikasi dari pneumonia.

PATOGENESIS
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat hubungannya dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui beberapa mekanisme : factor obstruksi bronkus, factor infeksi pada bronkus atau paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme dasar :
1. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi pada bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronchitis.
2. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal obstruksi dan terjadi infeksi juga destruksi bronkus.
Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik. Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap . keluhan-keluhan yang timbul erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang terkena, tingkatan beratnya penyakit, lokasi bronkus yang terkena, ada atau tidaknya komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul umumnya sebagai akibat adanya beberapa hal : adanya kerusakan dinding bronkus, akibat komplikasi, adanya kerusakan fungsi bronkus.

Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data dijelaskan sebagai berikut ;
1. Infeksi pertama ( primer )
Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi pertanyaan apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronchitis tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus. Infeksi yang mendahului bronchitis adalah infeksi bacterial yaitu mikroorgansme penyebab pneumonia. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronchitis, sedangkan infeksi virus tidak dapat ( misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza, campak, dan sebagainnya ).
2. Infeksi sekunder
Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi, apabila sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob misalnya : fusifomis fusiformis, treponema vincenti, anaerobic streptococci. Kuman yang erring ditemukan dan menginfeksi bronkus misalnya : streptococcus pneumonie, haemophilus influenza, klebsiella ozaena.

GAMBARAN KLINIS
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala :
Keluhan-keluhan
Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian
Lapisan teratas agak keruh
Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak ( celluler debris ).

Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling ringan ( streaks of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik )
Pada dry bronchitis ( bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena bronchitis jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada tuberculosis paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab utama komplikasi haemaptoe.
Sesak nafas ( dispnue )
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.
Demam berulang
Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang)
Kelainan fisis
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis komplikasi bronchitis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus.

Sindrom kartagenr. Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut :
Bronchitis congenital, sering disertai dengan silia bronkus imotil
Situs inversus pembalikan letak organ-organ dalam dalam hal ini terjadi dekstrokardia, left sided gall bladder, left-sided liver, right-sided spleen.
Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis. Semua elemen gejala sindrom kartagener ini adalah keleinan congenital. Bagaimana asosiasi tentang keberadaanya yang demikian ini belum diketahui dengan jelas.

Bronchitis. Kelainan ini merupakan klasifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala sisa komleks primer tuberculosis paru primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda klinis bronchitis, kelainan ini sering menimbulkan erosi bronkus didekatnya dan dapat masuk kedalam bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi, selanjutnya terjadilah bronchitis. Erosi dinding bronkus oleh bronkolit tadi dapat mengenai pembuluh darah dan dapat merupakan penyebab timbulnya hemaptoe hebat.
Kelainan laboratorium.

Pada keadaan lanjut dan mulai sudah ada insufisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Seing ditemukan anemia, yang menunjukan adanya infeksi kronik, atau ditemukan leukositosis yang menunjukan adanya infeksi supuratif.

Urin umumnya normal kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteiuria. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensivitas terhadap antibiotic, perlu dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder.
Kelainan radiologist

Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang terkena, ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps. Gambaran bronchitis akan jelas pada bronkogram.
Kelainan faal paru

Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama ( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi airan udara pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 ini menunjukan abnormalitas regional ( maupun difus ) distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.
Tingkatan beratnya penyakit
Bronchitis ringan
Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam, ada haemaptoe ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru norma, foto dada normal.
Bronchitis sedang
Ciri klinis : batuk produktif terjadi setiap saat, sputum timbul setiap saat, (umumnya warna hijau dan jarang mukoid, dan bau mulut meyengat), adanya haemaptoe, umumnya pasien masih Nampak sehat dan fungsi paru normal. Pada pemeriksaan paru sering ditemukannya ronchi basah kasar pada daerah paru yag terkena, gambaran foto dada masih terlihat normal.
Bronchitis berat
Ciri klinis : batuk produktif dengan sputum banyak, berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukannya pneumonia dengan haemaptoe dan nyeri pleura. Bila ada obstruksi nafas akan ditemukan adanya dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaan umum kurang baik, sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata , pasien mudah timbul pneumonia, septikemi, abses metastasis, amiloidosis. Pada gambaran foto dada ditemukan kelianan : bronkovascular marking, multiple cysts containing fluid levels. Dan pada pemeriksaan fisis ditemukan ronchi basah kasar pada daerah yang terkena.

DIAGNOSIS
Diagnosis pasti bronchitis dapat ditegakan apabila telah ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi dan melihat bronkogram yang didapat.
Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap pasien bronchitis, karena terikat adanya indikasi, kontraindikasi, syarat-syarat kaan elakukannya. Oleh karena pasien bronchitis umumnya memberikan gambaran klinis yang dapat dkenal, penegakan diagnosis bronchitis dapat ditempuh melewati proses diagnostik yang lazim dikerjakan dibidang kedokteran, meliputi:
Anamnesis
Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan penunjang

DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau kita berhadapan dengan pasien bronchitis :
· Bronchitis kronis ( ingatlah definisi klinis bronchitis kronis )
· Tuberculosis paru ( penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa bronchitis )
· Abses paru ( terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar )
· Penyakit paru penyebab hemaptomisis misalnya karsinoma paru, adenoma paru )
· Fistula bronkopleural dengan empisema

KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
1. Bronchitis kronik
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
4. Efusi pleura atau empisema
5. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
6. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
7. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
8. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
9. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat da luas
10. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinurea.

PENATALAKSANAAN
Pengelolaan pasien bronchitis terdiri atas dua kelompok :
Pengobatan konservatif, terdiri atas :

1. Pengelolaan umum
Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
Mencegah / menghentikan rokok
Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.

Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah sebagai berikut :
Melakukan drainase postural
Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama 10 – 20 menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan pada pada punggung pasien dengan punggung jari.
Mencairkan sputum yang kental
Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan obat-obat mukolitik dan sebagainya.
Mengatur posisi tepat tidur pasien
Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum.
Mengontrol infeksi saluran nafas.
Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan jalan mencegah penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan.
2. Pengelolaan khusus.
Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan :
secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus ( ISPA )
untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru
atau kedua-duanya digunakan
Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis, tidak pada setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid ( putih jernih ).
Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.
Drainase secret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain :
Menentukan dari mana asal secret
Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi.
Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau mebahayakan pasien.
Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (%FEV 1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari berbagai penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam, lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic perlu juga diberikan obat antipiretik.
Pengobatan pembedahan
Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena.
Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi berulang atau haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.
Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD
Pasien bronchitis berat
Pasien bronchitis dengan koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
Syarat-ayarat operasi.
Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau bronchitis kronik.
Cara operasi.
Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak terdaat kontra indikasi, yang gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan secara baik utuk operasi. Umumnya operasi berhasil baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi haemaptoe masif ( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-syarat dan tidak terdapat kontra indikasi operasi.
Persiapan operasi :
Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah, pemeriksaan broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
Scanning dan USG
Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien
Memperbaiki keadaan umum pasien

PENCEGAHAN
Timbulnya bronchitis sebenarnya dapat dicegah, kecuali dalam bentuk congenital tidak dapat dicegah. Menurut beberapa literature untuk mencegah terjadinya bronchitis ada beberapa cara :
Pengobatan dengan antibiotic atau cara-cara lain secara tepat terhadap semua bentuk pneumonia yang timbul pada anak akan dapat mencegah ( mengurangi ) timbulnya bronchitis
Tindakan vaksinasi terhadap pertusis ( influenza, pneumonia ) pada anak dapat pula diartikan sebagai tindakan preventif terhadap timbulnya bronchitis.

PROGNOSIS
Prognosis pasien bronchitis tergantung pada berat ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat ( konservatif atau pembedahan ) dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-10 tahun. Kematian pasien karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, haemaptoe dan lainnya.


askep bronkhitis akut
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN R.H DENGAN SISTEM GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ( BRONKHITIS AKUT)
DI RSUD Dr.Slamet Garut

I. DATA DEMOGRAFI : Nama Mahasiswa : Muslimahwaty
a. Indentitas Klien N I M : 841409035 Nama : Tn R.H
Umur / TTL : 40 thn / Gorontalo 3 maret 1961
Jenis Kelamin : ♂
Agama : Islam
Alamat : Tamalate
Suku Bangsa : Gorontalo
Pekerjaan : Sopir
Pendidikan : SD
Status Kawin : Kawin
Dx. Medis : Bronkhitis
Tgl Masuk/jam : 12-04-2010
Tgl Pengkajian : 12-04-2010
b. Penanggung jawab : Nama : Ny R.H
Umur : 38 thn
Jenis kelamin : ♀
Pekerjaan : IRT
Hubungan dgn Klien : Suami

II. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG :
a. Alasan masuk Rumah Sakit :
Klien masuk RS pada tanggal 12-09-2011 dengan keluhan nyeri dada, sesak nafas, susah BAB, pusing
b.Keluhan Utama :
Saat dikaji pada tanggal 12-09-2011 klien mengatakan sesak nafas
c.Riwayat Keluhan Utama :
Klien marasakan sesak nafas saat waktu beraktifitas. Upaya yang harus dilakukan untuk meringankan klien hanya bias beristirahat total di tempat tidur. Keluhan yang menyertai kurang nafsu makan, susah tidur, dan cemas.

III. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU :
Klien dimasa anak-anak pernah mengalami kecelakaan Flu berat dan klien juga pernah mengalami kecelakaan mobil. Klien tidak pernah mengalami pembedahan klien juga tidak punya riwayat alergi baik terhadap makanan maupun obat-obatan. Klien juga perokok dan tidak juga pengguna alcohol.setiap waktu klien mengatakan sesak nafas .
IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA :
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti yang dialami klien sekarang

GENOGRAM Keterangan:
= Laki-laki
= Meninggal Dunia
= Klien
= Perempuan
= Meninggal Dunia
-------- = Tinggal Serumah

V. POLA KEGIATAN SEHARI-HARI :
a. Nutrisi
SEBELUM SAKIT SAAT DIKAJI
 Frekwensi makananØ : 3x sehari 1x sehari
Berat Badan : 54 kg 48 kg
Tinggi Badan : 156 cm 156 cm
Jenis Makanan : Nasi, sayur, ikan Bubur
 Makanan yang disukaiØ : Semua jenis makanan Semua jenis makanan
 Makanan yang tidak disukai : Tidak adaØ Tidak ada
 Nafsu makanØ : Baik Muntah
 Makanan pantanganØ : Tidak ada Kurang : Sariawan
 Perubahan Berat BadanØ 6 bulan terakhir Setelah sakit maka berkurang : 6 kg
b. Cairan
• SEBELUM SAKIT :
Frekwensi minum klien 7-8 gelas/hari ( ±1500cc/ hari ) jenis makanan yang dikonsumsi air putih.
• SAAT DI KAJI :
Frekwensi minum 5-6 kali/ hari (± 1200cc/hari ) jenis minuman yang dikonsumsi air putih. Klien minum melalui mulut dan melalui NGT
c. Eliminasi ( BAB dan BAK )
BAK
• SEBELUM SAKIT :
Frekwensi BAK 4-5x/ hari (±1500cc/ hari ) warnanya kuning, bau khas pesing. Tidak ada keluhan BAK.
• SAAT DI KAJI :
Jumlah total urine ±600cc/ hari dari jam 08.00 pagi sampai besok jam 08.00 pagi. ( klien terpasang kateter ) Urine warna kuning dengan bau khas obat.

BAB

• SEBELUM SAKIT :
Frekwensi BAB 1x/ hari dengan waktu tidak menentu. Warna kuning, dan konsistensi padat.
• SAAT DI KAJI :
Frekwensi BAB klien 1x/ hari dengan waktu yang tidak menentu. Warna kuning, konsistensi lembek, tidak ada gangguan dalam eliminasi BAB.

d. Istrahat / Tidur
• SEBELUM SAKIT :
 Waktu tidur (jam) : Siang 13.00 – 10.00 malamü
 Lama tidur / hariü : ± 10 jam / hari
 Kebiasaan pengantar tidur : tidak adaü
 Kebiasaan saat tidur :ü tidak ada
 Kesulitan dalam hal tidur : 1) Menjelang tidurü
2) Mudah terbangun

• SAAT DI KAJI :
 Waktu tidur (jam) : malam 23.00 – 15.00 tidak teraturü
 Lama tidur / hari : ± 2 jam / hariü
 Kebiasaan pengantar tidur : tidak adaü
 Kebiasaan tidur : tidak adaü

e. Personal Hygiene
• SEBELUM SAKIT :
Frekwensi mandi klien 2x / hari dengan waktu pagi dan sore dengan menggunakan sabun dan mengganti pakaian bersih. Klien menyikat giginya 2x sehari sewaktu mandi dengan menggunakan pasta gigi dan jika kuku klien sudah panjang maka klien segera memotongnya.
• SAAT DI KAJI :
Selama di RS klien hanya di Lap oleh keluarga 2x sehari pagi dan sore Oral Hygiene dan menggunting kuku dilakukan sebagai mana biasanya.

f. Aktivitas / Mobilitas
• SEBELUM SAKIT :
Klien adalah seorang sopir. Klien tidak menggunakan alat bantu dan tidak ada kesulitan dalam beraktivitas.
• SAAT DI KAJI :
Klien tidak dapat beraktivitas sebagai mana biasanya karna klien dalam keadaan sakit dan sedang menjalani perawatan di rumah sakit.

g. Psikososial
Orang yang terdekat dengan klien adalah anak-anaknya. Jika ada masalah didiskusikan dengan anak-anaknya. Klien mampu berkomunikasi dengan baik walaupun pelan, klien mampu berespon terhadap pertayaan yang di ungkapkan dan mampu memberikan informasi kepada perawat. Dalam mencapai suatu keputusan biasa di diskusikan terlebih dahulu melalui musyawarah. Klien berharap agar cepat sembuh dan bisa berkumpul bersama keluarga lagi. Hubunngan klien dengan tenaga perawat dan tenaga kesehatan lainya baik klien kelihatanya belum mengetahui tentang tekhnik mengatasi nyeri.

h. Spiritual
Klien beragama islam dan percaya pada TUHAN YME. Kegiatan agama yang sering dilakukan Sholat dan mengikuti pengajian serta ceramah agama. Klien percaya perawat dan dokter dapat membantu menyembuhkan penyakitnya akan tetapi masih ada Tuhan yang dapat menentukan takdir manusia. Untuk saat ini klien belum mampu menjalankan ibadah kecuali mengaji karena klien masih harus bedrest dan dalam perawatan di RS.

Nama Klien : Tn R.H
Umur : 40 thn DATA FOKUS
Ruang Rawat : G3 No.302

DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKYIF
• Klien mengatakan sesak saat beraktivitas
• Klien mengeluh batuk • Sputum ( + )
• Batuk berlendir
• Pernafasan Takipnea
• Bunyi nafas ronchi
• Tanda “ VITAL”
TD : 130 /60 mmng
SB : 36 ºC
DN : 84 */m
P : 30 */m

ANALISA DATA

NO. D A T A PENYEBAB MASALAH
1 DS :
• Klien mengatakan sesak waktu beraktivitas
• Klien mengeluh batuk

DO :
• Sputum (+)
• K.U Lemah
• Tampak sesak
• Tipe pernafasan takipnea
• Tanta “ VITAL”
- TD : 130/60 mmng
- SB : 36 ºC
- DN : 84 */m
- P : 30 */m
Invasi virus H. Pilory
Reaksi Imanologi
Peningkatan sputum
Obstruksi jalan nafas
Sesak nafas
Bersihan jalan nafas ≠ efektif
Jalan nafas tidak efektif

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN TGL DITEMUKAN TGL TERATASI
1 DS :
• Klien mengatakan sesak waktu beraktivitas
• Klien mengeluh batuk

DO :
• Sputum (+)
• K.U Lemah
• Tampak sesak
• Tipe pernafasan takipnea
• Tanta “ VITAL”
- TD : 130/60 mmng
- SB : 36 ºC
- DN : 84 */m
- P : 30 */m
TGL 12 – 04 - 2010 TGL 14 – 04 - 2010

RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN

TGL DX. KEPERAWATAN DAN DATA PENUNJANG TUJUAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL
12/4/2010 DS :
• Klien mengatakan sesak waktu beraktivitas
• Klien mengeluh batuk

DO :
• Sputum (+)
• K.U Lemah
• Tampak sesak
• Tipe pernafasan takipnea
• Tanta “ VITAL”
- TD : 130/60 mmng
- SB : 36 ºC
- DN : 84 */m
- P : 30 */m
Jalan nafas kembali efektif dengan kriteria:
• K.U Baik
• Sesak nafas berkurang
• Batuk berkurang
• Tidak berkeringat dingin
• Batuk tidak berlendir
• Bunyi nafas normal
1). Beri banyak minum ± 1500cc/h
2). Atur posisi klien
3). Ajurkan klien agar melakukan batuk yang efektif
4). Lakukan fisioterapi dada
5). Observasi tanda-tanda vital
6). Kolaborasi dengan dokter. Pemberian O2
1). Dengan memberi banyak minum dapat mengecerkan sputum sehingga mudah di keluarkan
2). Mudah memberikan posisi yang nyaman dapat mengurangi sesak nafas yg dirasakan oleh klien
3). Dengan mengajurkan agar melakukan batuk yang efektif dapat membantu mengeluarkan sputum
4). Dapat melepaskan sputum yang melekat di dinding saluran pernafasan
5). Mengobservasi tanda-tanda vital dapat mengetahui perkembangan tindakan perawatan selanjunya
6). Dengan kolaborasi dgn dokter dalam pemberian obat diharapkan bisa mengurangi keluhan dari klien

CATATAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

HARI/ TANGGAL KODE
N.DX JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
SENIN
12-04-2010 1
2

3


4

5

6 08.00
08.10

08.15


08.25

08.30

08.45
1) Memberi minum ± 250 cc d/h :
2) Mengatur klien dalam posisi semi fowler d/h :
3) Menganjurkan klien agar melakukan batuk yang efektif d/h :
4) Melakukan fisioterapi dada dengan cara perkusi dada
5) Mengobservasi tanda-tand vital klien d/h :
6) Penatalaksanaan pemberian O2. d/h :
• S : - Klien mengatakan tidak sesak
- Klien mengatakan tidak batuk lagi
• O : - Sputum (-)
- K.U Baik
- Tidak sesak
- Tipe pernafasan normal
Tanda vital
TD : 120/80 mmng
P : 30 */m
• A : Pembersihan jalan nafas teratasi
• P : Melanjutkan intervensi
 Memberi minum ± 250 ccü
 Mengatur klienü dalam posisi semi fowler
 Menganjurkan klien agar melakukan batuk yang efektifü
 Melakukan fisioterapi dada dengan cara perkusi dadaü
 Mengobservasi tanda-tand vital klienü
 Penatalaksanaan pemberian O2ü
RESUME KEPERWATAN
1). Masalah keperawatan pada saat pasien dirawat
DS :
• Klien mengatakan sesak waktu beraktivitas
• Klien mengeluh batuk
DO :
• Sputum (+)
• K.U Lemah
• Tampak sesak
• Tipe pernafasan takipnea
• Tanta “ VITAL”
- TD : 130/60 mmng
- SB : 36 ºC
- DN : 84 */m
- P : 30 */m
2). Tindakan keperwatan selama dirawat
• Memberi minum ± 250 cc
• Mengatur klien dalam posisi semi fowler
• Menganjurkan klien agar melakukan batuk yang efektif
• Melakukan fisioterapi dada dengan cara perkusi dada
• Mengobservasi tanda-tand vital klien
• Penatalaksanaan pemberian O2
3). Evaluasi
• S : - Klien mengatakan tidak sesak
- Klien mengatakan tidak batuk lagi
• O : - Sputum (-)
- K.U Baik
- Tidak sesak
- Tipe pernafasan normal
Tanda vital
TD : 120/80 mmng
P : 30 */m
• A : Pembersihan jalan nafas teratasi
• P : Melanjutkan intervensi
 Memberi minum ± 250 ccü
 Mengatur klienü dalam posisi semi fowler
 Menganjurkan klien agar melakukan batuk yang efektifü
 Melakukan fisioterapi dada dengan cara perkusi dadaü
 Mengobservasi tanda-tand vital klienü
 Penatalaksanaan pemberianü
4). Nasehat pada wwktu pulang
• Untuk sementara klien untuk tetap istrahat, belum bisa melakukan aktivitas seperti: mengendarai mobil dll
• Tidak lupa minum obat secara teratur
• Melakukan tindakan yang pernah dilalui.